-->

Toxic Positivity dalam Sebuah Hubungan dan Dampak Buruknya

People photo created by tirachardz - www.freepik.com

Istilah toxic positivity dalam sebuah hubungan saat ini sedang menjadi perbincangan yang cukup seru. Sebab, tanpa disadari ternyata banyak orang yang sudah melakukannya atau terperangkap di dalamnya.

Toxic positivity memang tidak terlihat jelas seperti jenis hubungan toxic lainnya. Tapi, dampak yang dihasilkan bisa lebih parah, lho.

Sebab, pelaku dan korban dari toxic positivity bisa terperangkap selamanya dalam hubungan tersebut tanpa menyadarinya. Hal ini tentu saja mengganggu kesehatan mental orang-orang yang terlibat.

Memang seperti apa toxic positivity dalam sebuah hubungan dan apa saja dampaknya? Simak selengkapnya berikut ini.

Daftar Isi:

Apa Sih yang Dimaksud Toxic Positivity?

Toxic positivity merupakan sebuah sifat yang meyakini mati-matian bahwa kita harus terus berpikir positif dalam semua keadaan, meski dalam keadaan terburuk sekalipun.

Orang yang memiliki sifat toxic positivity memiliki kecenderungan akan selalu memperlihatkan sisi positif dalam dirinya. Padahal sebenarnya mereka sedang tidak baik-baik saja.

Mereka akan sebisa mungkin membungkam emosi dan mengabaikannya begitu saja. Padahal, sebagai manusia sangat normal untuk mengungkapkan emosi secara wajar atau melakukan validasi atas emosi tersebut.

Misalnya saja dengan mencurahkannya ke dalam bentuk katarsis, atau secara jujur mengatakan kepada diri sendiri bahwa kamu sedang tidak baik-baik saja.

Baca Juga: Mengenal Bentuk Katarsis, Hal Positif untuk Melepas Emosi

Lebih baik lagi, kamu bisa meminta bantuan orang lain. Misalnya teman yang bisa dipercaya atau bahkan tenaga profesional.

Dengan begitu kamu dapat lebih mengenal diri sendiri, serta kamu mampu mencari solusi dari masalah yang sedang dihadapi. Bukan hanya mengabaikannya dan menyembunyikannya dibalik pikiran positif.

Bagaimana Toxic Positivity dalam Sebuah Hubungan?

Seseorang yang memiliki sifat toxic positivity biasanya akan menarik orang lain juga dalam “keyakinannya”. Tidak hanya acuh akan emosinya, mereka juga akan acuh terhadap perasaan emosi orang lain.

Misalnya adalah ketika pasangan atau sahabatnya menceritakan keluh kesah, emosi, atau masalahnya, maka orang yang memiliki sifat toxic positivity hanya akan mengajaknya berpikir positif atau justru adu nasib.

“Sabar ya, kamu masih mending......”

“Mending ambil sisi positifnya”

“Aku pernah di posisi kamu, bahkan lebih berat.”

“kamu pasti bisa kok. Lihat, orang lain aja bisa.”

“Sabar ya, pasti ada hikmahnya kok.”

“Coba lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.”

Atau berbagai ucapan motivasi yang menghakimi dan membandingkan lainnya.

Memang sekilas tanggapan di atas terdengar sangat baik. Tapi, bagi orang yang sedang terkena masalah ucapan tersebut justru membuat kesal. Tidak heran toxic positivity dalam sebuah hubungan berakibat buruk.

Saat seseorang mengalami hal buruk yang membuat mereka emosi, sebenarnya mereka memerlukan validasi atas perasaannya terlebih dahulu. Jika memang kamu memiliki kemampuan membantu, maka bantu.

Ucapan terlalu positif tanpa adanya solusi, justru akan mendorong seseorang menjadi lebih sedih. Tidak jarang mereka justru mempertanyakan ‘apakah emosinya salah?’ atau pertanyaan-pertanyaan semacamnya.

Sehingga orang tersebut akan terbawa ke lingkaran toxic positivity. Membungkam, mengabaikan, hingga denial terhadap emosinya, yang padahal sangat manusiawi.

Pada dasarnya setiap manusia tetap membutuhkan orang lain saat mengalami masalah. Entah hanya sebagai pendengar, memotivasi tanpa menghakimi, atau untuk memvalidasi perasaannya.

Apa Saja Dampak Buruk Toxic Positivity dalam Sebuah Hubungan?

Dampak buruk adanya toxic positivity dalam sebuah hubungan tentunya sangat berbahaya, terutama secara mental. Di antaranya adalah:

1.    Tidak Mau Mengungkapkan atau Malu Terhadap Emosi Sendiri

Terlalu memaksa atau dipaksa berpikir positif akan membuat kamu malu akan emosi sendiri. Kamu akan merasa buruk jika sampai emosi tersebut keluar dan diketahui orang sekitar.

Sehingga kamu akan memendamnya sendiri dan kembali bersembunyi dalam pikiran positif. Justru, hal tersebut membuat perasaanmu mengganjal.

Baca Juga: Merasa Insecure? Yuk, Kenali Jenis dan Cara Mengatasinya

Padahal jujur terhadap perasaan, termasuk emosi sekalipun bukan hal yang salah. Asalkan kamu mengungkapkannya dengan wajar dan sesuai norma.

2.    Timbul Rasa Terisolasi Secara Emosi

Toxic positivity dalam sebuah hubungan akan membuat kamu terisolasi. Kenapa? Kamu tidak bisa bebas mengungkapkan keluh kesah atau curhat masalah ke pasangan. Sebagai gantinya, kamu akan selalu pura-pura tegar.

Hal ini seolah memaksa kamu menjadi manusia super. Padahal, dalam sebuah hubungan seharusnya bisa membuat nyaman untuk saling terbuka secara perasaan. Baik perasaan bahagia maupun duka.

3.    Menghindar Setiap Ada Masalah

Adanya toxic positivity dalam sebuah hubungan akan membuat kamu atau pasangan cenderung menghindar setiap ada masalah. Hal ini sering sekali terjadi tanpa disadari.

Alih-alih menyelesaikannya dengan baik-baik hingga sumber masalahnya terselesaikan, orang dengan toxic positivity justru akan membuat semuanya seolah baik-baik saja.

Maksudnya adalah mereka cenderung memilih tetap berpikir positif dibandingkan mencari tahu alasan, penyebab, dan bagaimana menyelesaikan masalah tersebut hingga benar-benar tidak ada yang mengganjal.

4.    Rawan Mengalami Stress Berlebihan

Dampak buruk toxic positivity dalam sebuah hubungan berikutnya adalah kamu akan mengalami stress yang berlebihan. Hal ini tentunya dipicu oleh berbagai masalah di atas yang sebelumnya sudah disebutkan.

Jika kamu merasa sebagai pelaku atau korban dari toxic positivity, maka mulai sekarang coba untuk mengubahnya. Coba validasi setiap emosi yang kamu rasakan terlebih dahulu.

Perlu diingat bahwa toxic positivity dalam sebuah hubungan tidak hanya dalam hubungan sepasang kekasih. Tapi terjadi juga dalam pertemanan, atau antara anak dan orangtua.

Baca Juga: 5 Jenis Overthinking Saat Quarter Life Crisis Ini Perlu Dihindari!

Show Comments

Bottom Ads