Memahami cara
validasi perasaan anak saat mereka emosi atau sedih, merupakan basic skill yang
harus kamu miliki sebagai oran gtua. Skill ini akan membangun karakter dan
bonding yang kuat antara kamu dan anak.
Jangan sampai
kamu justru memarahinya saat mereka marah, kesal, sedih, atau menangis. Sebab,
akan memberikan dampak buruk terhadap anak.
Validasi
perasaan atau validasi emosi merupakan penerimaan terhadap perasaan tersebut. Membiarkan
anak untuk menerima emosinya merupakan fase penting dalam proses belajarnya.
Hal ini akan
meningkatkan kecerdasan emosinya anak. Melakukan validasi perasaan anak memang
tidak mudah, kamu perlu terus belajar hingga lebih bijak dalam menanggapi setiap
emosinya.
Nah, pada
artikel kali ini kami akan memberikan cara validasi perasaan anak agar emosinya
mereda tanpa harus memarahinya. Simak selengkapnya berikut ini.
6 Cara Validasi Perasaan Anak
Tujuan dari
validasi perasaan sendiri adalah membantu anak menenangkan otak emosionalnya. Sehingga,
otak rasionalnya bisa menerima realita yang ada. Dengan demikian, anak bisa
mengendalikan dirinya.
Baca Juga: Jangan Anggap Remeh Validasi Emosi Anak! Simak Penjelasannya
Berikut ini
adalah 6 cara yang bisa kamu lakukan untuk memvalidasi perasaan anak agar
emosinya bisa mereda:
1. Jangan Pernah Menyangkal Perasaannya
Cara validasi
perasaan anak yang pertama adalah jangan pernah menyangkal perasaannya.
Dengarkan semua yang ingin dia sampaikan, meski bagi kamu itu tidak masuk akal.
Kamu harus
bisa menerima perasaannya, sehingga anak akan merasa dipahami dan dimaklumi.
Pada saat tersebut, ia akan merasa lebih tenang dan lebih cepat mengatasi emosi
negatifnya.
Sebab, perasaan seseorang selalu valid bagi yang merasakannya.
2. Gunakan Kalimat Tanya Saat Memvalidasi Perasaannya
Saat anak
sedang ‘mengadu’ karena emosinya, usahakan jangan memberi respon ceramah. Tapi,
usahakan kamu memberikan kalimat tanya untuk memvalidasi perasaannya.
Sebab saat
sedang dipenuhi emosi, anak tidak akan mampu mencerna argumen dari orang lain
dengan baik. Sebab, otak emosionalnya bekerja lebih dominan dari otak rasional.
Untuk memicu
otak rasionalnya bekerja, kamu bisa memancingnya dengan pertanyaan. Tapi,
jangan mengajukan pertanyaan yang rumit, ya! Cukup ajukan pertanyaan yang
membutuhkan jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’.
Misalkan anak
kamu menangis di tempat umum karena es krim kesukaannya jatuh. Maka, cara
validasi perasaan anak adalah
- Kamu kesal ya?
- Kamu sedih karena es krimnya jatuh?
- Padahal itu es krim kesukaan kamu, ya?
- Mau ibu belikan es krim baru tidak?
Nah, saat
anak mampu merespon pertanyaan tersebut, artinya otak rasionalnya sudah mampu
bekerja. Sehingga, mereka jadi memahami apa yang membuatnya merasa emosi.
3. Beri Nama Emosi yang Sedang Dirasakan Anak
Memberi nama
emosi negatif akan membuat anak mengenali emosi tersebut. Ia juga akan mengenali
perasaan dan impuls yang muncul.
Misalnya
adalah:
- Kamu kesal karena es krim kesukaanmu jatuh?
- Lalu, rasanya kamu ingin menangis ya?
4. Tunjukkan Empati Saat Sedang Menghadapi Emosinya
Cara validasi
perasaan anak berikutnya adalah dengan menunjukkan empati. Sehingga ia akan
merasa kamu memahaminya. Tapi, memahami perasaan anak bukan berarti membiarkan
semuanya harus sesuai keinginannya.
Kamu harus
bisa menunjukkan mana yang seharusnya anak lakukan pada kondisi tersebut, dan
mana yang tidak boleh dilakukan.
Misalnya
adalah:
“Iya, pasti
kesal kalau makanan kesukaan kamu jatuh. Ibu juga pasti kesal kalau makanan kesukaan
ibu jatuh. Tapi, menangis di tempat umum juga gak baik. Nanti bisa mengganggu
orang lain, lho.”
5. Memancing Anak untuk Membuat Keputusan
Tahap terakhir
saat otak rasionalnya sudah bekerja dan emosi anak mereda, maka kamu bisa
mendorongnya melalukan apa yang seharusnya dilakukan dengan gembira.
Kamu juga
bisa memberikan tawaran agar anak membuat keputusan. Misalnya adalah:
- Kamu mau ibu belikan es krim baru atau tidak?
- Kamu mau rasa yang sama atau berbeda?
Nah, untuk respon yang kamu berikan, bisa disesuaikan dengan kasus yang dihadapi. Yang jelas, kamu harus memahami garis besar dari cara validasi perasaan anak tersebut.